TEMPO.CO , Jakarta:Volume
ekspor mineral Indonesia diperkirakan menyusut menjadi sepertiga dari
ekspor 2011. Penyusutan volume tahun ini disebabkan pemberlakuan
larangan ekspor bijih mineral oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral pada Mei nanti.
»Para eksportir akan ngebut
mengejar target (kontrak ekspor) mereka tetapi yang terpenuhi paling
hanya sepertiga dari tahun lalu karena tidak mudah meningkatkan
produksi,” kata Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association Syahrir
AB, Ahad 15 April 2012.Data Badan Pusat Statistik mencatat ekspor bijih, kerak, dan abu logam mencapai 96,42 juta ton pada 2011. Syahrir mengatakan volume ekspor mineral pada 2011 sudah mencapai 8 kali lipat dari volume ekspor 2008.
Syahrir mengatakan kenaikan ini disebabkan spekulasi penambang di luar pemegang kontrak karya yang ingin mengejar target ekspor sebelum pemberlakuan UU Nomor 4 tahun 2009. Undang-undang ini mengatur tidak ada lagi ekspor bijih dan pemurnian harus dilakukan di dalam negeri mulai 2014.
»Setelah mereka ngebut, pemerintah baru sadar kalau mereka kecolongan sehingga mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 tahun 2012,” kata Syahrir.
Ketua Masyarakat Pertambangan Indonesia Herman Afifi menyetujui maksud pemerintah mengerem ekspor bahan mentah. Tetapi Herman mengingatkan pemerintah harus membenahi aturan sebelum mengendalikan ekspor lewat pengenaan pajak ekspor. »Ini tidak bisa dilakukan dalam semalam karena ada perbedaan kontrak karya generasi pertama dengan berikutnya,” kata Herman, Ahad 15 April 2012.
Syahrir meminta pemerintah mengkaji lebih dalam implikasi dari larangan ekspor yang masa transisinya hanya 3 bulan ini. Soalnya, jika pengusaha tidak dapat memenuhi kontrak berjangka mereka karena aturan ini, maka ini akan merusak reputasi para pengusaha dan Indonesia di mata internasional. »Ini juga akan membuat iklim investasi di Indonesia tidak pasti,” kata Syahrir.
Selain itu dia juga mengkhawatirkan stock pile milik para pengusaha yang bisa menjadi korban penjarahan. Penghentian ekspor secara mendadak dan drastis ini juga bisa mendorong terjadinya penyelundupan. »Ini yang melarang Kementerian ESDM, nanti yang mengawasi siapa? Kalau pengawasan pemerintah tidak serius, bisa terjadi banyak penyelundupan,” kata Syahrir.
BERNADETTE CHRISTINA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar