Senin, 17 Juni 2013

Indonesia, Negara Pertama di Asia yang Peringati May Day Di masa Orba, buruh dilarang memperingati May Day.

VIVAnews – Hari ini, Rabu 1 Mei 2013, buruh sedunia akan turun ke jalan untuk memperingati Hari Buruh yang jatuh setiap tanggal 1 Mei (May Day). Buruh di Indonesia tak terkecuali akan menyuarakan tuntutan mereka. Peringatan May Day setiap tahunnya di Indonesia berlangsung meriah. Ribuan buruh menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah, termasuk di jantung ibu kota RI.

May Day mulai diperingati rutin oleh buruh Indonesia sejak era reformasi 1998. Gerakan buruh ini semakin besar setiap tahunnya, kontras dibandingkan dengan masa Orde Baru di mana peringatan May Day dilarang karena dianggap subversif (membahayakan negara) dan dikaitkan dengan gerakan komunis. Namun ternyata sebelum Orde Baru, Indonesia telah mengenal May Day.

Indonesia bahkan tercatat sebagai negara pertama di Asia merayakan May Day. Menurut Rini Kusnadi, Menteri Perempuan Konfederasi Serikat Nasional dalam laman prp-indonesia.org, Indonesia bahkan memperingati May Day sebelum merdeka, yaitu pada tahun 1920. Sumber lain bahkan mengatakan publik tanah air telah memperingati May Day sejak tahun 1918.

Selanjutnya tak lama setelah merdeka, pemerintah Indonesia menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh. Hal itu tercantum dalam Undang-Undang Kerja Nomor 12 tahun 1948 yang berbunyi “Pada 1 Mei, buruh dibebaskan dari kewajiban pekerja.” Selanjutnya pada tahun 1965, May Day dirayakan meriah di Stadion Gelora Bung Karno dan dihadiri oleh ratusan ribu buruh.

Selama Orde Lama, May Day kerap diperingati. Namun pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, buruh dilarang untuk memperingati May Day. Soliditas ribuan buruh Indonesia dikhawatirkan menjadi kekuatan tandingan untuk melawan dominasi penguasa Orba.

Ketika itu pemerintah Orba memang mematikan seluruh gerakan rakyat. Semua organisasi buruh pada Orde Baru dilebur menjadi satu, yaitu Persatuan Buruh Indonesia. Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

Namun pada tanggal 1 Mei 1994, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) kembali memperingati May Day di Medan, dengan risiko mengalami tindakan represif dari aparat. Setahun kemudian, 1995, Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) juga memperingati May Day di Semarang dan Jakarta.

Mereka menuntut kenaikan upah minimum dari Rp4.500 menjadi Rp7.000 per hari agar kaum buruh dapat hidup layak. Mereka juga menuntut pemerintah membebaskan buruh membentuk organisasi-organisasi buruh, dan meminta aktivis-aktivis buruh yang dipenjarakan pemerintah dibebaskan. Aksi itu tak berjalan mulus. Belasan buruh dan mahasiswa dipukuli polisi dan militer.

Barulah setelah pemerintah Orde Baru jatuh pada tahun 1998, May Day diperingati dengan bebas. Aksi May Day banyak dilakukan di pusat-pusat pemerintahan seperti kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, kantor gubernur, Istana Negara, dan gedung MPR/DPR RI. Seiring waktu, aksi May Day juga menyasar kawasan industri yang dianggap sebagai jantung kapitalisme.

Tuntutan para buruh saat May Day juga mengalami perkembangan. Pada May Day tahun ini, ada 9 tuntutan buruh kepada pemerintah RI, yaitu penghapusan sistem outsourcing (tenaga alih daya), revisi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menjadi 84 poin dari 60 poin yang ada saat ini, penolakan penangguhan kenaikan Upah Minimum Regional (UMR), penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), penghentian pemberangusan serikat pekerja, penolakan potongan gaji untuk iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pengadaan rumah layak huni untuk buruh, pengadaan beasiswa untuk buruh, dan penetapan 1 Mei menjadi hari libur nasional.

Untuk tuntutan terakhir itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyanggupinya. “Presiden SBY akan berkunjung ke PT Maspion dan Unilever di Jawa Timur bertepatan dengan May Day. Beliau akan beri kado istimewa. Di sana, beliau akan menyampaikan 1 Mei menjadi hari libur nasional untuk tahun mendatang,” kata pimpinan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. (Dari berbagai sumber, umi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar