VIVAnews – Hari ini, Rabu 1 Mei 2013, buruh sedunia
akan turun ke jalan untuk memperingati Hari Buruh yang jatuh setiap
tanggal 1 Mei (May Day). Buruh di Indonesia tak terkecuali akan
menyuarakan tuntutan mereka. Peringatan May Day setiap tahunnya di
Indonesia berlangsung meriah. Ribuan buruh menggelar aksi demonstrasi
besar-besaran di berbagai daerah, termasuk di jantung ibu kota RI.
May
Day mulai diperingati rutin oleh buruh Indonesia sejak era reformasi
1998. Gerakan buruh ini semakin besar setiap tahunnya, kontras
dibandingkan dengan masa Orde Baru di mana peringatan May Day dilarang
karena dianggap subversif (membahayakan negara) dan dikaitkan dengan
gerakan komunis. Namun ternyata sebelum Orde Baru, Indonesia telah
mengenal May Day.
Indonesia bahkan tercatat sebagai negara
pertama di Asia merayakan May Day. Menurut Rini Kusnadi, Menteri
Perempuan Konfederasi Serikat Nasional dalam laman prp-indonesia.org,
Indonesia bahkan memperingati May Day sebelum merdeka, yaitu pada tahun
1920. Sumber lain bahkan mengatakan publik tanah air telah memperingati
May Day sejak tahun 1918.
Selanjutnya tak lama setelah merdeka,
pemerintah Indonesia menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh. Hal itu
tercantum dalam Undang-Undang Kerja Nomor 12 tahun 1948 yang berbunyi
“Pada 1 Mei, buruh dibebaskan dari kewajiban pekerja.” Selanjutnya pada
tahun 1965, May Day dirayakan meriah di Stadion Gelora Bung Karno dan
dihadiri oleh ratusan ribu buruh.
Selama Orde Lama, May Day kerap
diperingati. Namun pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto,
buruh dilarang untuk memperingati May Day. Soliditas ribuan buruh
Indonesia dikhawatirkan menjadi kekuatan tandingan untuk melawan
dominasi penguasa Orba.
Ketika itu pemerintah Orba memang
mematikan seluruh gerakan rakyat. Semua organisasi buruh pada Orde Baru
dilebur menjadi satu, yaitu Persatuan Buruh Indonesia. Organisasi inilah
yang menjadi cikal bakal Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Namun
pada tanggal 1 Mei 1994, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)
kembali memperingati May Day di Medan, dengan risiko mengalami tindakan
represif dari aparat. Setahun kemudian, 1995, Solidaritas Mahasiswa
Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Pusat Perjuangan Buruh Indonesia
(PPBI) juga memperingati May Day di Semarang dan Jakarta.
Mereka
menuntut kenaikan upah minimum dari Rp4.500 menjadi Rp7.000 per hari
agar kaum buruh dapat hidup layak. Mereka juga menuntut pemerintah
membebaskan buruh membentuk organisasi-organisasi buruh, dan meminta
aktivis-aktivis buruh yang dipenjarakan pemerintah dibebaskan. Aksi itu
tak berjalan mulus. Belasan buruh dan mahasiswa dipukuli polisi dan
militer.
Barulah setelah pemerintah Orde Baru jatuh pada tahun
1998, May Day diperingati dengan bebas. Aksi May Day banyak dilakukan di
pusat-pusat pemerintahan seperti kantor Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, kantor gubernur, Istana Negara, dan gedung MPR/DPR RI.
Seiring waktu, aksi May Day juga menyasar kawasan industri yang dianggap
sebagai jantung kapitalisme.
Tuntutan para buruh saat May Day
juga mengalami perkembangan. Pada May Day tahun ini, ada 9 tuntutan
buruh kepada pemerintah RI, yaitu penghapusan sistem outsourcing (tenaga
alih daya), revisi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menjadi 84 poin dari 60
poin yang ada saat ini, penolakan penangguhan kenaikan Upah Minimum
Regional (UMR), penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM),
penghentian pemberangusan serikat pekerja, penolakan potongan gaji untuk
iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pengadaan rumah layak
huni untuk buruh, pengadaan beasiswa untuk buruh, dan penetapan 1 Mei
menjadi hari libur nasional.
Untuk
tuntutan terakhir itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah
menyanggupinya. “Presiden SBY akan berkunjung ke PT Maspion dan Unilever
di Jawa Timur bertepatan dengan May Day. Beliau akan beri kado
istimewa. Di sana, beliau akan menyampaikan 1 Mei menjadi hari libur nasional untuk tahun mendatang,” kata pimpinan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. (Dari berbagai sumber, umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar